LIPUTAN07 | Banda Aceh - Diduga ada paket pekerjaan proyek lanjutan pembangunan Drainase di Gampong Lambhuk, Ulee Kareng dengan pagu Rp410 juta rupiah yang di plot dari anggaran Otonomi Khusus (OTSUS) Pemerintah Aceh tahun 2024 tanpa menerapkan Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencanaan di Boplank nama paket pekerjaannya.
Data-data di lapangan didapat Boplank paket pekerjaannya juga tidak menyebut berapa panjang Drainase yang dibangun, hanya menjelaskan volume 1 paket.
Tetapi tidak menyebut panjang kali lebar paket pekerjaan yang dibangun tersebut. Ini memunculkan preseden bagi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh (Perkim) Aceh.
Paket pekerjaan itu dilaksanakan oleh CV. Multi Building Contruction, jangka waktu kerja dimulai pada 29 Oktober 2024 - 31 Desember 2024. Nomor Kontrak 600.2.10.2/16/11.71/SP/PLP-WIL I/2024. Tanggal kontrak 28 Oktober 2024.
Saat ini pekerjaan tersebut sedang dalam pelaksanaan pembangunannya. Namun bukan itu yang dimaksudkan, apakah dalam paket pekerjaan terebut memang dibenarkan tanpa memakai tenaga Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana?.
Ini aneh, bagaimana dengan kualitas suatu pekerjaan tanpa pengawasan dan perencanaan. Siapa yang akan bertanggung jawab, jika terjadi kesalahan teknis dalam pelaksanaannya.
Kepala Bidang PLP. Dinas Perkim Aceh Muhammad Nazar Saat dikonfirmasikan ke aplikasi WhatsApp miliknya meminta wartawan agar untuk menghubungi PPTK Heri Affandi terkait proyek tersebut
"Tolong konfirmsi dgn herri aja, PPTK" pinta Muhammad Nazar Kepada Wartawan. Jumat (20/12/2024)
Namun saat di hubungi ke nomor aplikasi WhatsApp milik Heri Affandi 08526021**** hingga berita ini dilansir belum ada tanggapan.
Padahal Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pekerjaan tanpa konsultan pengawas dan perencana dapat dilakukan dalam beberapa kondisi:
Kondisi yang Memungkinkan
Pekerjaan kecil dengan nilai kontrak di bawah Rp 10 miliar (Pasal 14 PP No. 12/2021); Pekerjaan darurat atau mendesak (Pasal 15 PP No. 12/2021); Pekerjaan yang sifatnya rutin dan operasional (Pasal 16 PP No. 12/2021); Pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus (Pasal 17 PP No. 12/2021).
Jika demikian, Konsekuensi menjadi Tanggung jawab penuh pihak pelaksana dan pemilik kegiatan, atas kualitas pekerjaan; Risiko kegagalan atau kerusakan; Potensi sanksi administratif dan pidana.
Sanksi pidana itu mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Berdasarkan Undang-Undang di atas bahwa; pekerjaan tanpa konsultan pengawas dan perencana dapat dipidanakan jika melanggar ketentuan yang berlaku. Berikut aturan yang mengikat; Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Pasal 170-173); Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Pasal 14-17, 53-55); Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 11 Tahun 2021.
Pelanggaran yang Dapat Dipidanakan yakni; Melanggar ketentuan perencanaan dan pengawasan (Pasal 53 PP No. 12/2021); Tidak memenuhi standar kualitas (Pasal 54 PP No. 12/2021); Mengabaikan prosedur pengadaan (Pasal 55 PP No. 12/2021); Merugikan keuangan negara (Pasal 170 UU No. 11/2020).
Bisa juga Sanksi administratif (penundaan/pembatalan kontrak); Sanksi pidana (kurungan penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar) dan atau Ganti rugi.
Caranya dengan membuat Pelaporan ke LKPP atau Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR); Investigasi dan penyelidikan; Penuntutan oleh Kejaksaan dan atau Proses peradilan.
Sumber; Undang-Undang No. 11 Tahun 2020; Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021; Peraturan LKPP No. 11 Tahun 2021; Kementerian PUPR dan atau LKPP.
(*)
EmoticonEmoticon